Sebuah media dari Indonesia mendakwa bahawa seramai 28 petugas haji yang bertugas semasa tragedi rempuhan di Mina baru-baru ini akan di jatuhkan hukuman pancung atas arahan Raja Salman.
Berita ini dilaporkan oleh LensaIndonesia dan Makassar Tribune, di mana mereka mendakwa Raja Salman telah mengeluarkan perintah berkenaan kerana mereka bertanggungjawab memastikan keselamatan jemaah.
Bagaimanapun menurut portal berita Indonesia ini, keputusan menghukum pancung 28 petugas Mina itu didakwa diambil oleh Raja Salman kesan dari tuduhan yang diterima puteranya Pangeran Mohammad bin Salman al Saud yang dituduh sebagai penyebab tragedi yang meragut nyawa ratusan jamaah haji tersebut.
Perkara itu juga di dakwa untuk menutupi kesalahan anggota keluarga kerajaan Arab Saudi, dakwa media Indonesia itu lagi.
Sementara itu, memetik laporan kompasiana, hukuman pancung (qisas) atau hukuman dengan cara pemenggalan kepala adalah hukuman tertinggi bagi mereka yang terbukti secara hukum bersalah telah melakukan penghilangan nyawa manusia. Setelah melalui proses pengadilan hingga vonis eksekusi, pihak terdakwa sebenarnya masih memiliki harapan hidup apa bila pihak ahli waris korban jika diberi kemaafan.
Portal itu juga melaporkan, Pengajar Hukum Pidana Islam, Universitas Islam Negeri(UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Nurul Irfan: “Dari berbagai negara Islam, Arab Saudi lah yang paling ketat menerapkan qisas hukuman pancung, karena Arab Saudi menerapkan langsung ayat Al Quran, Surat Al-Baqarah ayat 178.
Dalam ayat tersebut disebutkan; kewajiban hukum qisas pada orang-orang yang terbunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya dan perempuan dengan perempuan. Akan tetapi barangsiapa yang diampunkan untuknya dari saudaranya sebagian, maka hendaklah mengikuti dengan yang baik, dan tunaikan kepadanya dengan cara yang baik.
Dari ayat ini, ada perkecualian hukum qisas yaitu apabila keluarga korban memaafkan. Sebagai pemaaf tersebut, pembunuh mengganti denda dengan 100 ekor unta, 40 diantaranya unta yang sedang hamil.
Namun menurut kompasiana, berlakunya hukum qisas bukannya tanpa kritik. Dimana sehingga saat ini tidak ada hukum acara yang pasti untuk menentukan bagaimana cara pembuktian di pengadilan. Selain itu juga sistem pengadilan disana yang tidak terbuka, kemudian model struktur kepemimpinan pemerintahanannya.
“Di sana, Raja menguasai ulama. Ulama yang tidak sesuai dengan keyakinan Raja, disingkirkan.
“Apapun tak akan ada yang bisa membuat Al-Quran jadi hina karena memang sudah mulia. Adakah Rasul pernah menghukum mati orang yang pernah menghinanya?, tulis laporan itu lagi.
Sementara itu, organisasi penggiat hak asasi manusia Amnesty International mengecam eksekusi mati itu.
“Praktik ini telah dikecam secara luas di dunia dan Arab Saudi seharusnya menanggapi kesempatan untuk mempertimbangkan kembali kebijakan mengenai hukuman mati”, kata Philip Luther dalam pernyataan yang ditulis menerusi website Amnesty International.
Bagaimanapun, ada juga media Indonesia masih melaporkan perkara itu hanyalah spekulasi semata-mata.
“Banyak pihak berspekulasi bahawa hukuman tersebut adalah perkara yang di kambing hitamkan terhadap 28 petugas yang dihukum pancung itu,” lapor kompasiana.
Bagaimanapun sehingga kini kami belum menerima apa-apa lagi berita mengenai kesahihan perkara ini dan menunggu sidang media khusus tentang penyebaran berita ini.
Dalam insiden itu, seramai 717 jemaah haji terkorban manakala 863 yang lain cedera.
Seorang jemaah dari Malaysia, Zulkifly Samad, 50, dari Ampang turut terbunuh dalam insiden tersebut yang berlaku pada 24 September lalu.- Siakapkeli.my
Fitnah nie
BalasPadam